Sebelumnya maafkan jika tak banyak foto yang bisa terambil dan kualitas foto yang buruk. Karena lagi gak dapet pinjeman kamera (gak modal banget yak) jadi cuma modal kamera HP yang cuma 2MP.
Gunung Manglayang |
Pendakian kali ini gue lakuin cuma berdua dengan hike partner gue Bayu aka Beler, yang juga jadi hike partner gue waktu duet ke Cikuray. Lagi-lagi bermodal cuap-cuap di akun twitter gue akhirnya kami berdua putuskan untuk mendaki manglayang pada 3 Juni 2014 dengan sistem tektok. Karena cuma tektok jadi tak perlu bawa peralatan banyak cukup dengan daypack sudah cukup.
Pukul 11:00 gue pun mulai packing dan segera menghubungi beler untuk segera bersiap menuju tikum di SPBU Cinunuk. Gue masukin alat ibadah, nesting, kompor, flysheet, gelas, sendok, raincoat dan headlamp. Selepas adzan dhuhur akhirnya gue segera menuju ke Cinunuk dan bertemu dengan beler disana. Sebelum menuju ke Bumi Perkemahan batu kuda, yang kami pilih untuk memulai pendakian manglayang kali ini kami menyempatkan untuk membeli 2 bungkus indomie, 4 sachet kopi dan 2 nasi bungkus untuk kami makan di puncak nanti.
Setelah belanja logistik selesai kamipun langsung memacu kuda besi kami menuju pintu masuk BuPer Batu Kuda. Jarak dari jalan raya menuju Batu Kuda sekitar 7km dengan kondisi jalan yang cukup bagus. Sesampainya di Gerbang Batu Kuda kami membayar tiket masuk sebesar 5.000/orang dan segera menitipkan sepeda motor kami. Sebelum memulai pendakian kami minta dijelaskan rute pendakian oleh penduduk setempat.
Hutan Pinus Batu Kuda |
Plang Informasi |
Paham akan rute yang telahh dijelaskan kami pun mulai memantapkan langkah untuk mulai mendaki. Di BuPer ini sedang ada sekumpulan mahasiswa yang tengah melakukan diksar, kamipun melewati camp mereka dan segera menuju ke situs batu kuda. Jalur dari pintu masuk hingga ke hutan bambu relatif landai. Memasuki hutan bambu tanjakan mulai tidak berprikemanusiaan ditambah licin akibat daun bambu yang berserakan yang membuat kami jatuh bangun.
Istirahat di Jalur |
Selepas hutan bambu kita akan dibawa menuju hutan basah dengan jalur bebatuan, selepas hutan basah kita dibawa menuju hutan dengan pepohonan yang sangat rapat dan jalur yang cukup sempit. Di jalur ini tanjakannya sungguh tidak berprikemanusiaan, dibeberapa titik kemiriangan tanjakan 70-90 derajat. Sungguh membuat dengkul saya melambai-lambai ke kamera (baca : nyerah) selepas tanjakan terakhir, jalanan mulai lebar ini merupakan persimpangan dengan jalur barubereum. Dari sini jalur relatif landai dengan sesekali tanjakan. Tapi tanjakan di jalur ini menyerupai tangga yang dibuat alam dan lebih nyaman dibanding di hutan tadi.
Kurang lebih 20 menit akhirnya kami tiba juga di puncak utama Gunung Manglayang. Puncak ini dipenuhi pohon-pohon besar sehingga tak bisa melihat view apapun. Tapi dipuncak ini sangat luas bisa menampung 10-15 tenda. Di Puncak ini juga terdapat 1 makam. Ritual yang dilakukan saat dipuncak adalah bernarsis ria. Jepret jepret, nulis ini dan itu dan kami dikagetkan oleh suara adzan maghrib yang ternyata dari HP beler. Akhirnya kami putuskan untuk melewati maghrib di puncak.
selfie |
Touchdown |
Buat kamu yg disana |
Setelah adzan usai dan dirasa cukup bernarsis ria akhirnya kami kembali ke persimpangan jalan tadi. Di sana ada sedikit kawasan terbuka yang bisa menikmati pemandangan kota bandung. Disana gue pun melakukan sholat maghrib sedangkan beler langsung menyalakan kompor untuk masak dan bikin kopi.
Santapan malam kami kali ini, Nasi, mie goreng, telor dan orek tempe. Maknyooss men. Seusai makan, kopipun telah siap dinikmati. Akhirnya sebatang dua batang filter kami keluarkan untuk menemani kami menikmati lukisan alam berupa taburan bintang, bulan sabit dan hamparan lampu kota bandung yang sungguh sempurna malam itu. Dalam diam saya, saya menemukan satu bintang yang sangat terang dan perkiraan saya itu merupakan venus. Karena nampak begitu terang dan dekat sekali. Berkelap kelip putih, biru, merah. Ah indah sekali.
View |
Kopi pun telah habis, udara pun semakin menusuk akhirnya kami memutuskan untuk segera turun. Perjalanan turun masih menjadi tantangan buat kami mengingat tanjakan super duper ampuh yang kami lewati tadi sore menanti untuk dituruni. Kami berjalan sangat pelan dan hati-hati, tapi apa daya jatuh, terpeleset menjadi hal wajib kami malam itu. Akhirnya kamipun memutuskan untuk turun sambil jongkok untuk menghindari terpeleset.
Sebelum memasuki Hutan bambu kamipun sempat disorientasi, jalur yang kami lalui buntu. Panik, bingung semua jadi satu. Akhirnya kami memutuskan kembali ke string line terakhir dan istirahat sejenak disana. Menenangkan fikiran sambil menikmati sebatang rokok. Setelah cukup tenang kamipun berjalan lagi dan alhamdulillah kami memasuki hutan bambu dan akhirnya kami kembali ke hutan pinus. Aneh tapi nyata, jalur yang kami pilih pulang dan pergi sama. Saat berangkat kami melewati batu kuda yang berdiri dengan gagahnya tapi saat pulang kami tak melewati batu itu. Tak mungkin juga rasanya batu sebesar itu luput dari pandangan kami. Ya wallahualam, akhirnya kami tiba di gerbang dan melepas penat di salah satu warung yang ada disana.